Jumat, 23 Agustus 2013

Sejarah perkeretaapian di Indonesia

Sejarah perkeretaapian di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh "Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Kereta listrik pertama beroperasi 1925, menghubungkan Weltevreden dengan Tandjoengpriok.
Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Samarang-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Perkembangan di luar Jawa

Halte Si Loengkang di jalur Solok-Silungkang, ketika baru selesai dibangun.
Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.

Pendudukan Jepang

Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).

Sejarah perkeretaapian Indonesia 1875-1925

Di bawah ini adalah sejarah perkeretaapian di Indonesia pada rentang tahun 1875-1925 dan dalam bentuk sketsa. [1]

Latar belakang

Kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang dengan rute Semarang - Tanggung yang berjarak 26 km oleh NV. NISM (Nederlands Indische Spoor Maatschapij) dengan lebar jalur 1435 mm (lebar jalur SS - Staats Spoor adalah 1067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang. Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang di kirim ke Batavia atau Soerabaja.
Gambaran keadaan kereta api di Indonesia pada masa djaman doeloe perlu dilestarikan, sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan betapa pentingnya pembangunan kereta api. Memang pada masa itu nama kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan dengan api dari pembakaran batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai diesel atau listrik, sehingga lebih tepat kalau disebut kereta rel, artinya kereta yang berjalan di atas rel dengan diesel ataupun listrik. i
Informasi tahun 1875 - 1925 mungkin sudah susah dijumpai di perpustakaan, oleh sebab itu uraian ini sangat tepat dan perlu diinformasikan kepada generasi muda.

Jaringan rel

Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
  • 1875 - 1888,
  • 1889 - 1899,
  • 1900 - 1913
  • 1914 - 1925.

Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888

Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia (Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur - Bandung. Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya - Magelang.
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
  • Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
  • Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
  • Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
  • Kertosono - Kediri - Blitar
  • Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
  • Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
  • Tegal - Balapulang

Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899

Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
  • Djogdja - Tjilatjap
  • Soerabaja - Pasoeroean - Malang
  • Madioen - Solo
  • Sidoardjo - Modjokerto
  • Modjokerto - Kertosono
  • Kertosono - Blitar
  • Kertosono - Madioen - Solo
  • Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
  • Batavia - Rangkasbitung
  • Bekasi - Krawang
  • Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
  • Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
  • Yogya - Magelang
  • Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
  • Sebagian jalur Madura

Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913

Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
  • Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
  • Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
  • Pasuruan - Banyuwangi
  • Seluruh jaringan Madura
  • Blora - Bojonegoro - Surabaya

Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925

Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
  • Sisa jalur Pulau Jawa
  • Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
  • Elektrifikasi Batavia - Bogor:
  • Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
  • Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
  • Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan - Belawan - Pangkalansusu.
  • Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
  • Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
  • Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.

Masa Pembangunan Stasiun

Berikut daftar stasiun besar:
  1. Stasiun Karanganyar - 1875
  2. Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
  3. Stasiun Tanjung Priok - 1914
  4. Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
  5. Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
  6. Stasiun Manggarai - 1969
  7. Stasiun Pasar Senen - 1916
  8. Stasiun Cikampek - 1894
  9. Stasiun Bogor - 1880
  10. Stasiun Bandung - 1887
  11. Stasiun Yogyakarta - 1887
  12. Stasiun Solo Balapan - 1876
  13. Stasiun Semarang Tawang - 1873
  14. Stasiun Cirebon - 1920
  15. Stasiun Madiun - 1897
  16. Stasiun Purwokerto - 1922
  17. Stasiun Malang - 1941
  18. Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
  19. Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
  20. Stasiun Pasar Turi - 1938

Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918

Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Pri

gajayana

Kereta Api Gajayana adalah kereta api kelas eksekutif satwa yang dioperasikan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) di Pulau Jawa dengan jurusan Gambir (GMR) - Malang (ML) lewat Yogyakarta (YK) dan Solo Balapan (SLO) PP.
Kereta api Gajayana diresmikan pengoperasiannya pada tanggal 28 Oktober 1999. Sempat dirangkaikan dengan kelas bisnis pada awal pengoperasiannya. Nama Gajayana berasal dari seorang raja dari Kerajaan Kanjuruhan yang bernama sang Liswa (anak dari Dewa Shima) dan terkenal dengan gelar Gajayana yang sangat dicintai oleh para brahmana dan rakyatnya karena membawa ketentraman di seluruh negeri. Kerajaan Kanjuruhan ini berpusat di wilayah Dinoyo, Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.
Sejak Oktober 2008 rangkaian Gajayana diubah menjadi kereta Argo, menggunakan kereta eksekutif (K1) retrofit. Pasca Lebaran 2009, rangkaian kereta api Gajayana diubah menjadi seperti Pesawat (keluaran 2009) dan kereta Gajayana retrofit kini digunakan untuk KA Bangunkarta Eksekutif sejak 5 Desember 2009. Rangkaian baru ini diresmikan oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono di Stasiun Jakarta Kota. Untuk meningkatkan okupansi kereta, keberangkatan ke Jakarta dipindahkan ke stasiun Gambir.
Perjalanan sejauh 907 km ditempuh dalam waktu sekitar 14 jam 30 menit dan hanya berhenti di Stasiun Kepanjen, Wlingi Blitar, Tulungagung, Kediri, Kertsosono, Madiun, Solo Balapan, Yogyakarta Tugu, Purwokerto, Cirebon, Jakarta Jatinegara dan berakhir di Stasiun Gambir. Rangkaian Kereta Api Gajayana terdiri dari 8 K1 Argo, 1 Kereta Makan motif Batik (KM1), 1 Kereta Pembangkit listrik pesawat khusus (BP), dan 1 gerbong Bagasi (B).

KA 114 atau matarmaja

Matarmaja adalah kereta api ekonomi jurusan Malang-Jakarta. Namanya merupakan akronim dari nama-nama kota yang dilewati, yaitu Malang, Blitar, Madiun, dan Jakarta Pasar Senen.
KA Matarmaja semula beroperasi sebagai KA Senja Maja, yang melayani relasi Madiun-Jakarta (Gambir), yang berisi satu kereta kelas bisnis dan sisanya kereta kelas ekonomi. Kereta api ini segenerasi dengan kereta api seri Senja lainnya, yang melayani relasi Jakarta ke Semarang, Yogyakarta, dan Solo (Senja Utama dan Senja Ekonomi).
Atas permintaan pengguna, relasi diperpanjang hingga Blitar, lalu Malang. Pada awalnya, rangkaian kereta api Matarmaja berisi rangkaian ekonomi dan satu kereta bisnis, namun kemudian diubah menjadi keseluruhannya rangkaian ekonomi. Dalam pengoperasiannya, KA ini juga mengalami perubahan jalur. Awalnya KA ini menjalani rute selatan (lewat Purwokerto dan Yogyakarta), namun kemudian, demi mengisi kekosongan petak Semarang-Solo, KA ini akhirnya dioperasikan lewat jalur utara (Pekalongan hingga Semarang) dan kemudian berbelok ke jalur cabang arah Solo barulah kemudian menuju ke Malang.
Mulai lebaran tahun 2012 ini kereta api matarmaja diganti dengan gerbong ekonomi ac terbaru.[1][2]

Stasiun-stasiun yang disinggahi

Kereta ini singgah di Stasiun Malang Kotalama, Stasiun Kepanjen, Stasiun Sumberpucung, Stasiun Kesamben, Stasiun Wlingi, Stasiun Blitar, Stasiun Ngunut, Stasiun Tulungagung, Stasiun Kediri, Stasiun Kertosono, Stasiun Nganjuk, Stasiun Madiun, Stasiun Solojebres, Stasiun Semarang Poncol, Stasiun Pekalongan, Stasiun Tegal, Stasiun Babakan, Stasiun Cirebonprujakan, Stasiun Jatibarang, Stasiun Pegadenbaru, Stasiun Terisi, dan Stasiun Jatinegara

Jadwal Perjalanan

Jadwal KA Matarmaja Malang - Pasar Senen
Stasiun Waktu Kedatangan Waktu Keberangkatan
Malang - 16.00
Kepanjen - -
Sumberpucung - -
Kesamben - -
Wlingi - -
Blitar 17.56 18.00
Ngunut 17:42 17:45
Tulungagung 18:04 18:09
Kediri 18:42 18:45
Kertosono 19:22 19:25
Nganjuk 19:46 19:53
Madiun 20:34 20:42
Solo Jebres 21:55 22:01
Telawa - -
Kedungjati 23:48 00:49
Semarang Poncol 01:37 01:46
Kaliwungu 02:10 02:14
Kalibodri 02:30 02:51
Weleri 03:01 03:02
Kuripan 03:38 03:53
Pekalongan 04:20 04:24
Tegal - -
Babakan 06:08 06:09
Cirebon Prujakan 06:30 06:39
Jatibarang 07:29 07:30
Haurgeulis 08:01 08:05
Pegadenbaru 08:16 08:20
Bekasi - -
Jatinegara - -
Pasar Senen 09:28 -

Jadwal KA Matarmaja Pasar Senen - Malang
Stasiun Waktu Kedatangan Waktu Keberangkatan
Pasar Senen - 14:05
Pegadenbaru 15:51 15:54
Terisi 16:26 16:29
Jatibarang 16:45 16:47
Cirebon Prujakan 17:22 17:30
Babakan 18:01 18:03
Bulakamba 18:26 18:37
Tegal 19:04 19:09
Pekalongan 20:08 20:14
Batang 20:24 20:25
Ujungnegoro 20:33 20:38
Plabuan 20:57 21:02
Semarang Poncol - -
Brumbung 22:29 22:49
Gundih - -
Solo Jebres 00:52 01:06
Madiun - 02:29
Nganjuk 03:09 03:10
Kertosono 03:32 03:44
Kediri - -
Tulungagung 04:29 04:34
Ngunut - -
Blitar 04.38 04.42
Wlingi - -
Kesamben - -
Sumberpucung - -
Kepanjen - -
Malang 07:47 -

KA gumarang atau KA 64 (Pasar Senen - Surabaya Pasarturi)

Kereta api Gumarang adalah nama kereta api yang dioperasikan oleh PT Kereta Api di Jawa dengan jurusan Beos Jakarta - Pasar Turi Surabaya melewati jalur utara. Sebelumnya, kereta api ini bernama Jayabaya Utara dengan kelas bisnis. Kereta api Gumarang mulai dioperasikan pada tanggal 20 Mei 2001 melayani koridor Jakarta - Surabaya. Jarak sejauh 725 km ditempuh dalam waktu sekitar 11 jam. Dalam perjalanannya KA Gumarang menelusuri pantai Utara Jawa dan berhenti di Stasiun Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang Tawang, Cepu dan Bojonegoro. Kapasitas KA Gumarang dapat mengangkut sebanyak 488 penumpang dengan rangkaian kereta terdiri dari 2 kelas eksekutif retrofit, 1 kelas eksekutif argo dan 4-6 kereta kelas bisnis.
Gumarang berasal dari nama banteng (sapi hutan) yang digambarkan sebagai satwa yang gagah berani.

Jadwal Perjalanan

KA 63 (Surabaya Pasarturi - Pasar Turi)
Stasiun Waktu Kedatangan Waktu Keberangkatan
Surabaya Pasarturi - 17.10
Lamongan 17.36 17.38
Babat 18.01 18.09
Bojonegoro 18.39 18.45
Cepu 19.18 19.25
Semarang Tawang 21.17 21.26
Pekalongan 23.31 23.36
Tegal 00.24 00.28
Cirebon 02.02 02.08
Jatinegara 04.44 04.46
Pasarsenen 04.56 05.00
Jakarta Kota 05.31
KA 64 (Pasar Senen - Surabaya Pasarturi)
Stasiun Waktu Kedatangan Waktu Keberangkatan
Jakarta Kota - 15.15
Pasarsenen 15.30 15.45
Jatinegara Ls 15.54
Cirebon 18.34 18.40
Tegal 19.56 20.02
Pekalongan 20.50 20.55
Semarang Tawang 22.41 22.50
Cepu 01.24 01.30
Bojonegoro 02.03 02.12
Babat 02.43 02.45
Lamongan 03.10 03.15
Surabaya Pasarturi 04.25 -

Insiden

  • Pada tanggal 16 Juni 2013 kereta api Gumarang anjlok 2 as di Stasiun Batang. Akibat insiden ini semua kereta api lintas pantura mengalami keterlambatan.

kereta eksekutif nomor 1

Kereta api Argo Bromo Anggrek adalah kereta api kelas eksekutif argo tertinggi yang dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Pulau Jawa dengan jurusan Stasiun Gambir (GMR) dari dan ke Stasiun Surabaya Pasar Turi (SBI).
Kereta api Argo Bromo Anggrek merupakan kereta api yang terkenal dengan satu-satunya rangkaian kereta yang memiliki Kereta Spesial dengan Bogie K9 dan merupakan kebanggaan Daop VIII Surabaya. Kereta api ini menempuh perjalanan sejauh 725 km selama 9 jam. Kereta api Argo Bromo Anggrek membawa 5-7 rangkaian kereta kelas eksekutif Argo Bromo Anggrek dan sepanjang perjalanan kereta api Argo Bromo Anggrek hanya berhenti di Semarang Tawang, Stasiun Pekalongan (untuk perjalanan pada pagi hari), dan Stasiun Cirebon

Pengoperasian

Kereta api Argo Bromo Anggrek mulai dioperasikan pada tanggal 24 September 1997. Produk ini merupakan pengembangan dari kereta api Argo Bromo JS-950 yang diresmikan pertama kali perjalanannya oleh Presiden RI pada tanggal 31 Juli 1995 menandai Hari Teknologi Nasional 12 Agustus 1995.
Dalam Perkembangannya, kereta api ini hanya berhenti di stasiun Cirebon dan Semarang Tawang. Dari Jakarta Gambir, kereta api ini diberangkatkan pukul 09.30 dan 21.30 serta sampai di Stasiun Surabaya Pasar Turi pukul 19.11 dan 07.11, sedangkan dari Stasiun Pasar Turi, kereta api ini diberangkatkan pukul 08.10 dan 20.10 dan sammpai di Stasiun Jakarta Gambir pukul 17.41 dan 05.41.

Etimologi

Nama Argo Bromo diambil dari nama gunung yang berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Panorama Wisata Gunung Bromo yang memiliki ketinggian 2.392 m ini selain menyimpan makna ritual kultural dan religius juga menyajikan keindahan kawah dan keasrian alam lingkungannya yang membuat kawasan Gunung Bromo menjadi sangat terkenal dan menjadi salah satu tujuan wisata utama turis domestik maupun mancanegara. Sebutan Anggrek digunakan untuk menandai adanya derivative merk dari produk sebelumnya, sehingga warna eksterior kereta tersebut disesuaikan dengan paduan warna setangkai bunga anggrek.

Fasilitas

Kereta api Argo Bromo Anggrek menyediakan sarana hiburan selama dalam perjalanan berupa tayangan audio/video (Show On Rail). Selain sarana hiburan penumpang dapat juga memesan makanan dan minuman sesuai dengan menu pilihan yang disediakan dan bisa dinikmati baik di tempat duduk masing-masing maupun di kereta restorasi yang didesain sebagai mini bar yang dilengkapi dengan fasilitas untuk berkaraoke. Semua ini sengaja didesain untuk membuat penumpang seolah-olah berada di dalam hotel berjalan, sehingga perjalanan bersama Argo Bromo Anggrek diharapkan dapat menghemat biaya akomodasi hotel dan setibanya di tujuan dalam kondisi yang segar.
Sejak Desember 2010, rangkaian kereta api Argo Bromo Anggrek diganti dengan rangkaian kereta api Sembrani kelas eksekutif (seperti) pesawat dan kereta api lain kelas eksekutif argo standar (K1) karena rangkaian kereta kelas eksekutif Argo Bromo Anggrek (K9) yang mana warna eksteriornya putih bergaris ungu sedang direnovasi di INKA Madiun. Saat ini rangkaian kereta kereta api Argo Bromo Anggrek memiliki eksterior putih dan bergaris hijau sepanjang rangkaian dan di bagian samping bodinya ada tulisan 'GO GREEN'. Rangkaian ini sebagian besar sudah selesai di INKA Madiun, dan nanti akan siap menghiasi panorama alam Pulau Jawa bagian utara. Namun dalam pengoperasiannya, rangkaian GO GREEN ini kadang bermasalah dan rusak sehingga membuat Kereta Api Argo Bromo Anggrek mempunyai okupansi yang rendah.
Rangkaian kereta api Argo Bromo Anggrek terdiri dari 5-7 kereta kelas eksekutif Argo Bromo Anggrek (K9), 1 kereta makan kelas eksekutif Argo Bromo Anggrek (KM), dan 1 kereta pembangkit (P). Dahulu di kereta ini ada yang bernama kereta KZ. Kereta ini cukup mewah di masanya. Sayangnya, kereta ini dihilangkan karena rendahnya okupansi.

Insiden

  • Pada tahun 2005, sebuah kereta makan kereta api Argo Bromo Anggrek ludes terbakar.
  • Kereta api Argo Bromo Anggrek menabrak kereta api Senja Utama Semarang pada pukul 03.00 WIB di Stasiun Petarukan, Jawa tengah. Kereta 6 dan 9 hancur berantakan. Jumlah korban 33 tewas, 26 luka parah. Penyebab terjadinya kecelakaan masih dalam penyelidikan.[1]
  • Tanggal 16 Desember 2010, Kereta api Argo Bromo Anggrek menabrak pelajar sekitar pukul 10.00 di Desa Dengok, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. 3 Tewas.[2]
Karena seringnya terjadi kecelakaan, maka seluruh kereta Argo Bromo Anggrek ditarik untuk perbaikan dan diganti dengan kereta eksekutif lainnya yang mayoritas eks kereta-kereta JS950 dan perbaikan ini akan selesai dalam beberapa bulan ke depan dengan kereta yang tampil baru.

Rabu, 21 Agustus 2013

KATA2 YANG WAJIB DI AMALKAN

Impian ada di tengah peluh
Bagai bunga yang mekar secara perlahan
Usaha keras itu tak akan mengkhianati
Impian ada di tengah peluh
Selalu menunggu agar ia menguncup
Suatu hari pasti sampai harapan terkabul

Selasa, 20 Agustus 2013

SEDIKIT TENTANG GBMS

Gaya Baru Malam Selatan atau biasa disingkat GBMS adalah kereta kelas ekonomi dengan relasi Stasiun Jakarta Kota - Stasiun Surabaya Gubeng. Jarak yang ditempuh sekitar 825 km.
Dalam sekali jalan, kereta ini ditarik menggunakan loko CC 201 dan membawa delapan K3 (gerbong ekonomi), satu KMP3 (kereta makan dan pembangkit kelas tiga), dan satu gerbong barang.

Stasiun-stasiun yang disinggahi

Kereta api 116 (Jakarta Kota-Surabaya Gubeng) berhenti di beberapa stasiun, antara lain, Stasiun Jakarta Kota, Stasiun Hargeulis, Stasiun Jatibarang, Stasiun Cirebon Prujakan, Stasiun Ciledug, Stasiun Purwokerto, Stasiun Kroya, Stasiun Kutoarjo, Stasiun Lempuyangan, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Madiun, Stasiun Jombang, Stasiun Mojokerto, dan Stasiun Surabaya Gubeng.
Sedangkan untuk kereta api 115 (Surabaya Gubeng-Jakarta Kota) berhenti di beberapa stasiun, antara lain, Stasiun Surabaya Gubeng, Stasiun Mojokerto, Stasiun Jombang, Stasiun Madiun, Stasiun Kedungbanteng, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Lempuyangan, Stasiun Kutoarjo, Stasiun Purwokerto, Stasiun Prupuk, Stasiun Ciledug, Stasiun Cirebon Prujakan, Stasiun Jatinegara, Stasiun Pasar Senen, dan Stasiun Jakarta Kota.

Harga Tiket

Harga tiket Kereta Api Gaya Baru Malam Selatan sebelum 1 April 2013 sebesar Rp33.500,00. Untuk periode 1 April sampai dengan 31 Agustus 2013 harga tiket sebesar Rp110.000,00. Sedangkan mulai 1 September 2013 harga tiket menjadi Rp55.000,00.